Minggu, 13 Mei 2012

Tokoh kita


Soe Hoek Gie pemuda keturunan Tiong Hoa yang hidup kala Indonesia sedang mengalami fase perubahan besar. Dia lahir pada tanggal 17 Desember 1942, putra dari pasangan Soe Lie Pit seorang novelis dengan Nio Hoe An. Soe Hoek Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hoek Gie merupakan adik dari Soe Hoek Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. http://3.bp.blogspot.com/-Z2Ezv6Cr290/TsI0XiiXpCI/AAAAAAAAEbA/ekdKda0O5aI/s320/gie.jpeg


Sejak masih sekolah
, Soe Hoek Gie dan Soe Hoek Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir - pinggir jalan di Jakarta. Sejak masih sekolah, Soe Hoek Gie dan Soe Hoek Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir - pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar ( SD ), Soe Hoek Gie bahkan sudah membaca karya - karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.

Soe Hoek Gie adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962 – 1969. Soe Hoek Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hoek Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin ( Hanzi ). Leluhur Soe Hoek Gie sendiri adalah berasal dari Provinsi Hainan, Republik Rakyat Cina. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran ( 1983 ).

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya ( kira - kira sepertiga dari seluruh karyanya ) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan ( Bentang, 1995 ). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentangdengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1 - nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang - orang di Persimpangan Kiri Jalan ( Bentang, 1997 ).


Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hoek Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Gie meninggal di 
gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis .

John Maxwell menulis biografi Soe Hoek Gie dengan judul Soe Hoek Gie – A Biography of A Young Indonesian Intellectual ( Australian National University, 1997 ).

John Maxwell berkomentar, “Gie hanya seorang mahasiswa dengan latar belakang yang tidak terlalu hebat. Tapi dia punya kemauan melibatkan diri dalam pergerakan. Dia selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan bangsanya. Walaupun meninggal dalam usia muda, dia meninggalkan banyak tulisan. Di antaranya berupa catatan harian dan artikel yang dipublikasikan di koran - koran nasional” ujarnya. “Saya diwawancarai Mira Lesmana ( produser Gie ) dan Riri Reza ( sutradara ). Dia datang setelah membaca buku saya. Saya berharap film itu akan sukses. Sebab, jika itu terjadi, orang akan lebih mengenal Soe Hok Gie” tuturnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar